Street Food to Fine Dining

Ketika Cerita Tak Bisa Dilihat dari Lensa Jauh

 

Kompas.tv, Kami percaya, untuk benar-benar mengerti sebuah kisah, kami harus hadir sepenuhnya—bukan dari balik meja redaksi, bukan hanya lewat telepon. Maka kami datang ke lokasi, menjejak tanah yang panas, menyeka wajah yang dipenuhi debu. Kami duduk bersama warga, bukan untuk mewawancarai, tapi untuk mendengar. Karena derita tak bisa disampaikan akurat dari jarak aman—ia harus dilihat, dirasa, dan dimengerti dari dekat.

 

Di Tengah Derita yang Tak Disunting

 

Kami berdiri di tengah banjir yang belum surut meski kamera nasional sudah tak lagi hadir. Kami menembus desa yang jalannya nyaris hilang ditelan longsor. Dan di tengah itu semua, kami temui warga yang tetap tersenyum, bukan karena tak sakit, tapi karena sudah terbiasa menahan. Kamera kami mungkin merekam, tapi hati kami yang benar-benar menangkap—bahwa yang mereka alami terlalu berat untuk sekadar jadi tayangan singkat.

 

Bukan Sensasi, Tapi Keberpihakan

 

Kami tidak datang untuk menambah gemuruh. Kami datang untuk menurunkan nada, agar suara-suara kecil bisa terdengar. Kami tidak membawa lampu sorot, tapi kami membawa empati. Karena jurnalisme bukan tentang tampil heroik, tapi tentang tahu kapan harus diam untuk mendengar, dan kapan bicara untuk menyampaikan kebenaran. Dan kebenaran itu, sering kali lahir dari tempat yang kotor, panas, dan tak nyaman.

 

Di Mana Rakyat Bertahan, Kami Hadir

 

Kami tak mengklaim sebagai penyelamat. Kami hanya ingin memastikan: bahwa penderitaan mereka tak terjadi dalam diam. Bahwa ketika negara belum sepenuhnya hadir, paling tidak, ada yang mencatat. Ada yang menyampaikan. Karena itulah makna hadir di tengah debu dan derita—bukan untuk dilihat sebagai keberanian, tapi sebagai bentuk tanggung jawab. Dan kami akan terus melakukannya, selama kisah mereka belum selesai.